Tiga Warga Ditetapkan Jadi Tersangka
Blora – Tanpa prestasi yang berarti, Djoko Nugroho
kembali mencalonkan diri sebagai Bupati Blora untuk periode 2016 – 2021. Pabrik
Gula, PT Gendis Multi Manis yang memulai berdirinya dengan
serangkaian-serangkaian penolakan masyarakat karena menyerobot tanak milik
Pramuka Kabupaten Blora, oleh warga Todanan kembali dikecam karena melakukan
pencemaran terhadap air pertanian.
Tak berdaya menghadapi Korporasi Pabrik Gula, pada
masa pemerintahannya, Djoko Nugroho membela mati-matian membela pabrik dan
membiarkan para petani terkapar tak berdaya.
Dalam sudut pandang ini, jika Djoko Nugroho
dipandang berprestasi, pastinya loyalitasnya adalah kepada Korporasi Pabrik
Gula. Pencemaran yang terjadi sejak awal-awal masa produksi ini mengendap
sehingga menghasilkan air yang keruh dan tidak layak pakai, walaupun untuk
kebutuhan pertanian.
Selain mencemari air pertanian warga, pabrik yang
berdiri pada masa kepemimpinan Djoko Nugroho ini juga mengeksploitasi air
Sendang Putri untuk kepentingan pabrik. Jenuh dengan arogansi Pabrik Gula,
warga Tinapan menyandera truk tan(g)ki
milik pabrik gula tersebut. Tidak beberapa lama, Kepolisian menetapkan 3
penyandera truk tan(g)ki milik PT GMM sebagai tersangka.
Jika dikaji sejak awal, akar permasalahan tentang
pabrik gula versus warga ini dimulai sejak pembangunannya. Dibangun di atas
tanah Pramuka pada masa kepemimpinan Djoko Nugroho. Dengan tangan besi
kekuasaan Djoko Nugroho mematahkan semua pihak yang berpeluang menghalangi
pabrik yang berdiri dengan nilai investasi satu setengah trilyun rupiah itu.
Dari sinilah terbukti bahwa keberpihakan Djoko
Nugroho Bupati pada masa itu, adalah kepada para Pemodal. Jangankan melakukan
perbaikan terhadap kualitas pendidikan, bahkan aset milik lembaga pembina
karakter pun diserobot.
Pabrik gula, dengan segala aktivitas korporasinya
membutuhkan ketersediaan sumber daya untuk tetap beroperasi. Sumber daya yang
dibutuhkan pabrik gula adalah air yang melimpah dan tempat pembuangan limbah
hasil produksi.
Waduk Bentolo yang menjadi sandaran kehidupan
petani dan warga Tinapan pun dikorbankan demi kelangsungan berjalannya kegiatan
produksi. Tak cukup itu, Sendang Putri pun dijarah demi memenuhi kebutuhan air
untuk produksi.
Bukan Djoko Nugroho jika tak pandai melakukan
pencitraan. Beberapa hari setelah warga menyambangi Pendopo Kabupaten, Djoko
Nugroho melarang pabrik gula untuk mengambil air Sendang Putri. Hal ini
dilakukan demi mendapatkan simpati masyarakat Todanan.
Potensi kehancuran tampak jelas di depan mata pada
pidato orasi kebangsaannya di hadapan para mahasiswa beberapa bulan sebelum
masa jabatannya berakhir, bahwa di Blora akan dibangun pabrik semen, tidak
perduli apakah masyarakat akan setuju atau tidak.
Dengan narasi pemerintahan ala Djoko Nugroho yang
merongrong kelestarian lingkungan ini, warga dapat menilai, layakkah Djoko
Nugroho kembali memimpin Blora. ( Heri ireng – Cepu – Blora | disalin seperti aslinya dari selebaran gelap
Buletin al fikr Volume 54, 10 Nopember 2015 )