“Penantian” Hj Sitoresmi Prabuningrat

 


06 penantian heri ireng cepu blora
“Hampa, terasa jiwaku. Di malam yang sunyi. Menantikan datangnya matahari pagi. Resah menanti saat hilangnya kemelut yang menerpa diriku di sepanjang waktu. Gelisah hati ini sewaktu kusadari. Apakah hidup ini dalam menanti semua hanya sementara.”
“Kutatap diriku di dalam cerminku. Sejenak ku terkejut menyadari langkahku. Pedih sanubariku merenung sesaat menghadapi kenyataan yang tak dapat kulukiskan. Gelisah hati ini sewaktu kusadari. Apakah hidup ini dalam menanti semua hanya sementara.”
Seperti itulah lirik lagu yang dibawakan Hj Sitoresmi Prabuningrat. Berjudul “Penantian”. Hj Sitoresmi membawakan dengan baik. Bagi generasi 90-an lagu ini jadi master piece Hj Sitoresmi. Ingat Hj Sitoresmi Prabuningrat ya ingat perempuan berjilbab berkaca mata bening, penyanyi lagu “Penantian”. Anggota Gang Pegangsaan. Gang Pegangsaan sendiri adalah kumpulan musisi-musisi handal di Indonesia. Syair-syairnya sangat Islami. Kualitas musiknya tak diragukan.
Siapapun orangnya. Selama merasa sebagai orang biasa, pasti pernah mengalami kehampaan jiwa. Resah menanti saat hilangnya kemelut di hati. Kemudian mempertanyakan, apakah semua ini hanya sementara? Kapan akan berakhirnya?
Ketika mencoba mengintrospeksi diri, kadang terkejut menyadari keadaan diri. Sejauh itu. Sembrono. Sembarangan. Sampai pedih rasanya sanubari, ketika merenung sesaat mengkomparasikan dengan kenyataan. Apalagi bila sampai merasa tak mampu menggambarkan dengan kata-kata terhadap apa yang telah terjadi. Kemudian akan mempertanyakan lagi, apakah semua ini hanya  sementara? Kapan berakhirnya?
Sebenarnya, jawabannya sederhana saja. Tidak akan pernah berakhir. Selama di dunia. Tidak ingatkah? Rata-rata manusia menangis saat pertama kali berada di dunia. Setiap bayi lahir pasti menangis. Andaikan gak nangis ya dicubit biar menangis. Parah lagi tuh. Sebelum menangis harus ngerasain sakit dulu. Baru nangis.
Maka, ikhlaskan saja. Selama masih di dunia, manusia harus menangis. Manusia harus sakit. Bila ada yang tertawa, itu karena lupa. Dan sudah pasti hanya bersifat sementara. Lagian, yang namanya suka, gembira, sudah pasti akan disusul dengan kesedihan, duka, kehampaan ataupun kerepotan. Karena ini masih di dunia.
Itulah kata yang harus dipegang. Kita masih di dunia. Belum di surga. Lho masih percaya ama surga neraka. Ya percaya dong siiih... gak percaya gimana aah...  kebalik ya? Harusnya “Ya percaya dong aah.. gak percaya gimana siiih..?” Ya gak pa-pa. Wong gitu aja. 11-12.
Penjelasan sederhananya, betapa tidak adilnya Tuhan bila surga atau neraka itu gak ada. Terus kapan Anda bisa bahagia, kalau surga itu gak ada? Kapan orang-orang yang pernah saya sakiti secara sengaja atau gak, bisa melihat saya sengsara kalau neraka itu gak ada? Sedangkan saya selama di dunia merasa gak pernah sengsara. Selalu menang dan bahagia, meski keliatannya selalu kalah. “Menang tanpa ngasor’ake”. Sedih pernah, tapi hanya sebentar saja.
Jadi sebelum kita bisa menerima kenyataan dengan ikhlas. Sebelum mampu menganggap bahwa dunia ini penuh dengan kerepotan. Sebelum sadar bila dunia ini selalu membuat kita menangis. Sebelum alam bawah sadar kita bisa mengakui bahwa hidup ini penuh dengan kekecewaan. Ya selama itu pula hidup akan dipenuhi dengan kemelut.
Walaah kalau hidup di dunia penuh dengan kekecewaan, ya lebih baik segera mati saja. Ya ndak gitu to brother... sister... Emangnya udah ngerasa cukup bekalnya? Mau ke Sidney kok gak bawa bekal cukup, bawa uang saku seadanya. Meski udah punya pasport. Tapi apa gak malah menyulitkan diri sendiri. Lebih sengsara lagi. Nefsong itu namanya. Tambah rempong laah..
Nafsu pengin segera mati. Hanya gara-gara ngerasa hidup penuh dengan luka. Penuh dengan rasa kecewa ketika sebuah penantian terjawab dengan kenyataan yang menunjukkan akan berlangsung selamanya. Ketika menyadari bahwa ternyata kemelut tak akan ada akhirnya selama masih ada di dunia. Itu namanya pingin nyaman sendiri.
Baiknya, kita nikmati saja hidup di dunia yg disesaki dengan kepedihan ini. Manfaatkan saja kepedihan ini untuk lebih mendekatkan diri pada Tuhan kita. Gak usah mengharap apa-apa. Karena tak akan terjadi apa-apa selama di dunia. Andaikan ada harapan dan itu terwujud, percayalah, itu juga akan berakhir dengan kesedihan.
Tapinya lagi, andaikan ada harapan yg terwujud, kita harus sangat mensyukurinya. Karena itu merupakan anugerah Tuhan yg luar biasa. Berlawanan dengan kebiasaan di dunia. Betapa tidak. Kebiasaan di dunia adalah kecewa dan terluka. Tapi ketika sebuah harapan bisa terwujud, bukankah itu merupakan sebuah peristiwa di luar kebiasaan dunia. Istimewa. Udah seharusnya sangat bersyukur karenanya.
Kesimpulannya, kemelut hati dan kehidupan itu akan berlangsung silih berganti, selama hidup di dunia. Gak usah mencoba menentangnya. Ikhlaskan saja. Sangat bersyukur ketika dibuat bahagia. Ikhlas ketika dibuat sengsara. Sifat dunia adalah rusak, penuh kepedihan dan kekecewaan. Maka tak ada gunanya menghabiskan waktu untuk sekedar bertanya, apakah dalam menanti hilangnya kemelut, semua hanya sementara?. Karena sudah jelas jawabnya. Tak akan hilang selama masih di dunia. [heri ireng | cepu blora]
 
© 2012. DM-B- BT BS