Tidak Ada yang Salah

 


05 Salah itu Tidak Ada heri ireng cepu blora
Pernah sesekali kita merasa sakiiit banget karena merasa kecewa terhadap seseorang. Sangat kecewa masih pakai banget, masih pakai sekaliii. Sudah diperjuangi, diandalkan, diyakini benar akan membawa kebaikan bagi kita. Namun kenyataannya malah sangat mengecewakan. Kadang bukan hanya mengecewakan. Menyakiti hati kita lewat ucapan, lewat tulisan, lewat sikap. Kadang sikap itu memang disengaja untuk ditunjukkan pada kita, bahwa orang yang tadinya kita beri kepercayaan tersebut sengaja ingin membuat kita lebih terluka.
“Udah berbohong. Kadang mengatasnamakan Tuhannya. Licik. Berkhianat. Masih sengaja nyakitin”. Mengakibatkan rasa sedih berkepanjangan. Mau ngambil tindakan tegas, kasihan. Tidak diambil tindakan destruktif sebagai pembalasan kok sangat menyakitkan. Akhirnya kita hanya bisa sabar, meratapi nasib. Kemudian keluar ungkapan, “Mengapa....?”. “Tega”. “Kejam”. “Tak tahu perasaan.” “Tak punya belas kasihan.” Dan beribu ungkapan senada lainnya.
Sementara orang yang sudah melukiskan luka di kehidupan kita sampai berdarah-darah, masih saja dibiarkan Tuhan untuk bahagia, kelihatannya. Cuek. Sangat menikmati hidup. Makin berjaya. Lebih sering tertawa. Penuh dengan keindahan. Begitu berbanding terbalik dengan kita yang sedang kecewa. Sedang tersakiti. Sedang teraniaya karena perbuatannya. Sementara kita, semakin terpuruk. Semakin dirundung duka. Semakin sulit meski hanya untuk sekedar berdiri untuk melangkahkan kaki. Apalagi untuk bangkit lagi.
Memang begitu keadaannya. Sebuah kondisi normal di dunia. Antagonis selalu menang. “Jujur hancur”. Kelicikan berbuah kebahagiaan. Pahlawan dimenangkan hanya dalam cerita fiksi. Sebuah keadaan ideal rekaan. Dalam keadaan sebenarnya, Pahlawan selalu gugur di medan laga. Idealis selalu termarginalkan. Dikalahkan. Dimatikan perlahan, melewati berjuta siksa raga maupun sukma. Andaikan ada penghargaan, ya hanya sekedarnya. Temporer. Itupun seribu satu.
Dan tahukah Anda? Dunia seisinya ini ada yang ngatur. Kita biasa menyebutnya dengan nama Tuhan. Maha Pengasih. Maha Penyayang. Maha Adil. Maha Memaksa. Sedangkan segala sesuatu yang telah terjadi, kita biasa menyebutnya dengan Ketetapan Tuhan. Kehendak Yang Maha Kuasa. Takdir. Sudah digariskan. Sudah dari sono-Nya. Bila sudah tahu begitu, mengapa masih kecewa? Masih tak mau menyadari bahwa itu kehendak Tuhan?.
Sekarang coba kita korelasikan dengan kasus di atas. Saat kita merasa dikhianati. Tanpa sengaja, ada seorang pembohong, pengkhianat, sangat licik dan kejam masuk pada keterpurukan kehidupan kita. Datang seakan membawa kebaikan. Harapan baru. Keindahan tak berujung. Ketenangan jiwa raga selama-lamanya. Diturunkan Tuhan sebagai pembawa solusi. Penghapus segala duka. Pengentas dari segala keterpurukan di dunia.
Sangat indah pada awalnya. Hingga kita percaya. Mengikuti iramanya. Setia pada prosesnya. Patuh, berharap. Tapi seperti biasa... berakhir duka, meninggalkan berjuta luka. Menumbuhkan kebencian di hati. Membawa rembulan dan mentari hingga tinggal kegelapan di hati. Membakar semua angan dan mimpi. Membakar jiwa dan raga hingga seakan musnah tak tersisa. Terlalu menyakitkan. Sedang hati kita tak tega membalasnya.
Membalasnya, hanya akan menumbuhkan rasa bersalah yang tak mungkin terobati, sampai kapanpun. Melahirkan kerusakan lebih parah. Tak terduga. Dan membuahkan kecaman dari manusia, malaikat, dan mungkin Tuhan sendiri. Karena apa? Karena pembalasan itu biasanya lebih kejam. Lekat dengan unsur kesengajaan tak terbantahkan. Akhirnya, minimal, bisa-bisa kita dikatakan tidak ikhlas menerima kenyataan. Akhirnya, hanya diam yang kita bisa.
Apakah kita akan menyalahkan orang tersebut?. Sebenarnya tidak perlu bro...!!!. Kecewa ya sewajarnya saja. Tapi, ketika kita menimpakan seluruh kesalahan pada orang lain tersebut, itu yang gak wajar. Jangan sampai kita terpuruk lebih jauh lagi. Apalagi bila sampai melupakan bahwa garis hidup telah ditetapkan Tuhan. Kita manusia, hanya menjalani apapun takdir-Nya. Usaha dan doa? Usaha dan doa itu juga takdir.
Mengapa tidak mau menyadari, bahwa semua ini ternyata memang sudah Kehendak Tuhan. Sedang seseorang yang kita anggap merugikan dan memporak-porandakan tatanan hidup kita, itu hanyalah alat Tuhan untuk menuliskan kisah yang lebih buruk pada perjalanan panjang dan melelahkan ini. Penambah kekecewaan. Penambah kegagalan. Penambah kisah petualangan kehidupan. Ada lagi yang menyebut dengan berperan pada proses pendewasaan.
Nhaa.... bila sekarang sudah tahu bahwa seseorang itu hanyalah alat Tuhan. Apakah kita masih akan menyalahkan mereka?. Siapa yang salah, bila kita sampai mengatakan, “Tiada maaf bagimu.” “Tidak bisa memaafkan, kecuali.... .” “Akan kukejar sampai akhirat.” Dan sekian pernyataan serupa. Lha wong ternyata mereka itu hanya alat Tuhan untuk memberikan hukuman atau ujian kepada kita. Mengapa disalahkan banget-banget?.
Mbok ya sudah. Apakah tidak lebih baik kita hampiri barisan pohon cemara. Berusaha belajar mengucapkan, “Saya tidak apa-apa. Anda hanyalah makhluk yang dititahkan Tuhan untuk memberikan luka pada hati saya. Sebuah luka yang seumur-umur belum pernah saya alami sebelumnya.” Meskipun ketika kita ucapkan seperti itu, tidak akan terjadi apa-apa. Ingat... jangan mengharap sesuatu dari makhluk. Walau hanya sekedar kata, “Ya.” Karena Anda akan merasa lebih terluka. Andalkan Tuhan saja. Meski Tuhan seperti lebih memihak pada mereka.
Jadi... bismillah saja.. Serahkan pada Tuhan. Tuhan selalu memberikan petunjuk. Apapun yang sekarang Anda alami, itu Kehendak Tuhan. Jadi tidak ada yang salah. Tidak ada yang salah bila kita berbuat sesuatu nantinya. Entah itu akan berakibat baik maupun lebih buruk lagi, itu takdir Tuhan. Dan sekali lagi... Tidak Ada yang Salah. Tidak Ada yang Perlu Dimaafkan.
Heri ireng Cepu Raya – Blora Raya
 
© 2012. DM-B- BT BS