Tiada Tuhan Selain Allah,
tidak akan terjadi apapun tanpa dikehendaki Allah. Dan tanda-tanda mengandalkan
amal adalah putus asa ketika melakukan kesalahan.
Ada yang menggantungkan keberhasilan
karena pekerjaan. “Bila saya bekerja keras, saya pasti sukses. Bila saya
beramal sungguh-sungguh, maka pasti masuk surga.” Mengaitkan antara amal atau
perbuatan atau pekerjaan dengan hasil. Sejenak melupakan Allah.
Sepertinya benar dan
logis. Tapi bila dikorelasikan ama ketauhidan pada Allah, akan terjadi
benturan. Sebenarnya amal hanyalah makhluk bukan Allah bukan Sang Khalik. Maka
amal tidak akan bisa membuahkan apapun. Termasuk Do’a pun juga seperti itu.
Pekerjaan juga tidak akan menghasilkan apapun. Apapun tanpa adanya izin dari Allah.
Pada ilmu logika, memang
ada teori sebab akibat. Sebablah yang memunculkan Akibat. Tapi dalam konteks
“Ketuhanan”, baik Sebab maupun Akibat, kedua-duanya diciptakan oleh Allah.
Kadang Allah memunculkan akibat dengan merahasiakan sebuah sebab. Kadang Allah
tidak memunculkan akibat sama sekali dengan cara memutus proses sebuah sebab.
Maka muncul hukum
relativitas. Semua tidak pasti. Matematika pun sebenarnya juga tidak pasti.
Hanya kesepakatan-kesepakatan sederhana. Yang pasti hanyalah Allah. Bila ingin menggantungkan
sesuatu, hendaknya langsung pada Allah. Jangan kepada makhluk atau kepada
selain Allah. Amal sendiri juga bukan Allah.
Bila hukum sebab akibat
mutlak adanya, maka gak akan ada yang namanya kegagalan. Gak ada sukses yang
tertunda. Gak ada istilah trial and error.
Paling mudah dipahami
adalah pada saat kita mau travelling. Kadang kita sudah memutuskan untuk “Tidak
jadi saja”. Tapi tiba-tiba ada seorang temen didatangkan sama Allah. Hanya
ditakdirkan berkata, “Ayo berangkat sekarang.” Kita pun tetap berangkat.
Ditakdirkan Allah selamat sampai tujuan. Ditakdirkan senang-senang. Dan
ditakdirkan Allah kembali sampai rumah dengan keadaan pikiran fresh dan utuh.
Siapapun yang masih
mengandalkan perbuatan entah baik maupun buruk, maka dia akan terperangkap
dalam paradigma amalan itu. Tak pernah memberikan satu ruang kosong untuk
sebuah kebenaran hakiki. Menjadi sombong di hadapan manusia maupun Allah.
Seakan apa yang terjadi pada dirinya adalah muncul karena dirinya sendiri. Dan
itu sering ditakdirkan Allah terjadi pada saya, sering ditakdirkan Allah untuk
saya temui.
Namun amal sangat wajib
terselenggara. Harus dikerjakan. Hasilnya, terserah pada Allah. Kabarnya kok
seperti itu. Dan kita sebagai hamba ya gak usah nagih-nagih pada Allah. Nabi
SAW saja bersabda bila beliau tidak bisa masuk surga karena amal beliau. Nabi
SAW dijamin masuk surga hanya karena sifat Rahman & Rahiim Allah.
Amal harus terselenggara.
Hanya, jangan menggantungkan sesuatu pada amal. Jaga agar jangan sekalipun
terbersit pikiran transaksional. Relationship kita sama Allah bukanlah bersifat
transaksional. Allah Maha Kuasa. Allah Maha Memaksa. Jadi semua tergantung sama
Allah. Allah mau buat kita bagaimana juga terserah pada Allah.
Bila gak mau beramal,
berbuat, bekerja, hahaha... itu “ngambek” namanya. Amal harus terselenggara.
Usaha, doa, bekerja tetap harus terselenggara. Bila disadari, perbuatan amal,
entah baik atau buruk, usaha, doa, bekerja itu juga diciptakan Allah sendiri
pada diri kita. Atas kehendak Allah. Ternyata Allah adalah sebenar-benarnya
Penguasa atas segala sesuatu.
Sebenarnya kita gak
pingin jatuh ke lembah maksiat. Tapi, gimana lagi bila Allah sudah menghendaki
begitu. Bisa apa lagi? Hanya percaya sajalah pada Allah. Pasti ada hikmah pada
setiap peristiwa. Manut saja. Asal jangan disengaja tanpa kesadaran usaha untuk
ke arah lebih baik. Karena jelek-jelek begini kita juga khalifah atas diri kita
sendiri. Yang harus tahu benar salah.
Sebajingan apapun saya,
misalnya. Saya masih diberi kesadaran kok ketika mau melakukan perbuatan nista.
Hanya karena tidak mampu menghentikan laju hawa nafsu, maka terjadilah
perbuatan nista itu. Melupakan sifat Allah yang Maha Sombong, Maha Memaksa.
Melupakan bahwa siksa Allah teramat pedih. Siksa itu bisa “dicicil” di dunia,
bisa “dirapel” di akhirat nanti. Padahal setiap amal akan dibalas oleh Allah,
bagaimana bentuknya, terserah Allah. Umpama tidak pun ya terserah Allah. [ heri
ireng – cepu blora ]